CONTOH TUGAS PAPER
by
SCOOTER BOB
"Silahkan susun lebih baik lagi
sedikit perubahan akan lebih baik daripada tidak di rubah sama sekali"
TUGAS MATA KULIAH
ILMU REPRODUKSI TERNAK
DISUSUN OLEH
BOBERT EINSTEIN
E1Z007007
LOGO UNIV.
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan rahmat dan ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas paper mata kuliah ilmu reproduksi ternak ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak/dosen maupun pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan arahan serta dukungannya sehingga dalam menyelesaikan tugas paper mata kuliah ilmu reproduksi ternak ini penulis menjadi sangat terbantu.
Tugas paper mata kuliah ilmu reproduksi ternak ini membahas tentang berbagai pembahasan mengenai siklus reproduksi, system perkawinan, siklus birahi, fase kebuntingan, hormone dan pubertas serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan reproduksi ternak.
Namun demikian, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas paper ilmu reproduksi ternak ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang dapat bermanfaat bagi penulis dan bersifat membangun serta berkaitan dengan perbaikan tugas paper ini agar menjadi lebih baik lagi sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tugas paper di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap, kiranya bahwa tugas paper ilmu reproduksi ternak ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan.
Jambi, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
I. PENDAHULUAN....................................................................................... 3
II. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 5
A. Sistem Perkawinan...................................................................................... 5
B. Siklus Reproduksi....................................................................................... 7
C. Faktor yang Mempengaruhi Pubertas......................................................... 9
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Musim Kawin.................................... 10
E. Fase-Fase Siklus Birahi............................................................................... 11
F. Kegagalan Pembuahan/ Fertilisasi.............................................................. 16
G. Pemeriksaan Kebuntingan.......................................................................... 18
H. Proses Fisiologis Ovulasi, Fertilisasi, Implantasi, Embriogenesis,
Kelahiran, dan Siklus Estrus........................................................................ 19
III. PENUTUP................................................................................................. 35
Kesimpulan....................................................................................................... 35
Saran................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
I. PENDAHULUAN
Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus reproduksi. Organ – organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping perubahan – perubahan kelamin skunder lain. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi
Pertumbuhan dan perkembangan organ–organ kelamin betina sewaktu pubertas dipengaruhi oleh hormon–hormone gonadotropin dan hormone– hormone gonadal. Pelepasan FSH ke adalam aliran darah menjelang pubertas menyebabkan pertumbuhan folikel–folikel pada ovarium. Terjadinya estrus pertama pada hewan betina muda sangat menyolok karena timbul secara tiba – tiba. Tampak seolah–olah thermostat fisiologik telah disentakkan untuk menimbulkan aktivitas reproduksi. Pubertas, kecuali pada pada hewan – hewan yang bermusim, umumnya terjadi apabila berat dewasa hamper tercapai dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun.
Estrus dan ovulasi sedikit banyaknya diserentakkan pada hewan betina untuk mempertinggi kemungkinan pertemuan ovum dengan spermatozoa dalam proses pembuahan untuk memulai pertumbuhan dan perkembangan individu baru. Sinkronisasi estrus dan ovulasi perlu karena umur ovum sesudah ovlasi dan umur sperma yang sudah disemprotkan ke dalam saluran kelamin betina sangat terbatas untuk beberapa jam.
Hewan – hewan betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi yang terus – menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Pada hewan – hewan betina kejadian siklus berahi yang berturut – turut pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim – musim tertentu dalam waktu satu tahun, yang disebut dengan “musim kawin” atau breeding season. Akan tetapi sebelum dan sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam suatu keadaan yang relative tenang atau inaktif; keadaan ini disebut dengan anestrus.
Lamanya berahi bervariasi pada tiap – tiap hewan dan anatara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh varias- variasi sewaktu estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek di antara semua ternak mamalia. Berahi selama kebuntingan.Berhentinya estrus sesudah perkawinan merup an indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5 % sapi – sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kenuntingan walaupun dapat terjadi dalam bulan-bulan tua.
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan merupakan gambaran dari beberapa metode perkawinan untuk program pengembakbiakan sapi. Masa berahi seekor sapi cukup singkat, untuk itu diperlukan pengamatan secara teliti terhadap tanda-tanda berahi seekor ternak agar program perkawinan dapat berjalan sesuai rencana. Sistem perkawinan ternak dapat dilakukan dengan dua cara:
A. Perkawinan Alam
Perkawinan alam dilakukan oleh seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam alat reproduksi betina dengan cara kopulasi. Terlebih dahulu pejantan mendeteksi kondisi berahi betina dengan menjilati atau membau di sekitar organ reproduksi betina bagian luar setelah itu pejantan melakukan penetrasi.
B.Perkawinan Buatan
Perkawinan buatan sering dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB) atau Artificial Insemination (AI) yaitu dengan memasukkan sperma kedalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Blakely dan Bade, 1988).
Perkawinan yang dilakukan oleh Departemen Reproduksi PT Greenfields Indonesia melalui inseminasi buatan (IB) pada saat sapi tersebut menunjukkan gejala-gejala berahi dan mencocokkan data yang ada dalam satu siklus. Pelaksanaan perkawinan harus dilakukan pada saat berahi. Selain itu pengecekan terhadap gangguan reproduksi juga dilakukan, jika sapi tersebut mengalami infeksi pada bagian cervic, atau organ lainnya maka perkawinan akan ditunda.
Perlengkapan yang digunakan untuk perkawinan adalah (1). straw beku pejantan unggul yang diimpor dari Amerika dengan bangsa FH (Frisian Holstein), (2). gun IB yang diimpor dari New Zealand, dan (3). plastic sheat berasal dari Perancis. Straw langsung didatangkan dari Amerika dengan harga sekitar Rp 350.000,00 – Rp 400.000,00- dalam satu container dengan kapasitas kurang lebih 3024 dosis. Semen-semen yang terdapat dalam satu container yang berisi 32-34 liter nitrogen terdiri dari 6-7 pejantan FH (Friesian Holstein) dengan jumlah sperma minimal dua puluh lima juta dalam satu straw kapasitas setengah milliliter (0,5 ml). Straw akan diambil sesuai kebutuhan dan disimpan dalam container kecil dengan kapasitas nitrogen enam liter untuk di bawa ke lapangan. Pergantian straw biasanya dilakukan setiap 6 bulan dengan adanya berbagai pertimbangan. Penambahan nitrogen dilakukan saat batas nitrogen dalam container kurang dari panjang straw, biasanya pada saat volume nitrogen tinggal 30-32 liter.
Straw yang berada di perusahaan tidak hanya diimpor dari Amerika saja, melainkan ada yang diambil dari BIB (Balai Inseminasi Buatan) Singosari. Penggunaan straw yang berasal dari BIB Singosari digunakan untuk sapi-sapi yang bersiklus normal. Jika sapi tersebut bunting dan melahirkan pedet jantan, maka akan diserahkan kembali ke BIB. Tetapi jika pedet yang dilahirkan betina, maka akan menjadi milik perusahaan Greenfields Indonesia.
Pelaksanaan IB dilakukan oleh inseminator yang sudah menguasai teknik inseminasi. Dimulai dari pengambilan straw dari container, pencairan sperma dengan menggunakan air yang bersuhu 370C, memasukkan straw ke dalam gun, perabaan cervic yang benar agar dalam menyuntikkan gun tepat dua hingga tiga sentimeter di depan mulut cervic. Semua prosedur untuk IB dilakukan dengan sangat hati-hati. Kriteria semen yang digunakan PT Greenfields Indonesia berdasarkan produksi susu yang tinggi, sedangkan kriteria semen yang digunakan untuk heifer berdasarkan easy calving 6% (mudah beranak).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan diantaranya
1. Kondisi betina, meliputi kesehatan dan anatomi organ reproduksi, Body Condition Score (BCS), lingkungan dan pakan, ektoparasit dan endoparasit.
2. Spermatozoa, dilihat dari total sperma yang motil (% motilitas dan konsentrasinya)
3. Ketepatan waktu IB (siklus berahi)
4. Penempatan posisi semen saat IB (tepat di depan cervik ± 3 cm)
2. Siklus Reproduksi
Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus reproduksi. Hewan betina harus menghasilkan ovum yang hidup dan di ovulasikan pada waktu yang tepat. Ia harus memperlihatkan estrus atau keinginan untuk kawin dekat waktu ovulasi sehingga kemungkinan penyatuan sel kelamin jantan dengan sel telur dan kemungkinan pembuahan lebih tinggi. Ia harus menyediakan lingkungan intra – uterin yang sesuai untuk konseptus sejak pembuahan sampai partus, demikian lingkungan yang baik pula untuk anaknya sejak lahir sampai waktu disapih. Jadi, reproduksi normal melingkupi penyerentakan dan penyesuaian banyak mekanisme fisiologik.
A. Pubertas (Dewasa Kelamin)
Dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ – organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping perubahan – perubahan kelamin skunder lain. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan – lahan bertambah ukuran dan tidak menunjukkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertumbuhan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa.
B. Hormone dan Pubertas
Pertumbuhan dan perkembangan organ – organ kelamin betina sewaktu pubertas dipengaruhi oleh hormone – hormone gonadotropin dan hormone – hormone gonadal. Pelepasan FSH ke adalam aliran darah menjelang pubertas menyebabkan pertumbuhan folikel – folikel pada ovarium. Sewaktu folikel – folikel itu tumbuh dan menjadi matang, berat ovarium eninggi dan estrogen diekskresikan di dalam ovaroium untuk di lepaskan ke dalam aliran darah. Estrogen menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan saluran kelamin betina. Apabila folikel – folikel menjadi matang, ova dilepaskan dan turun ke tuba fallopii.
Bukti – bukti menunjukkan bahwa permulaan pubertas pada hewan betina disebabkan oleh pelepasan tiba – tiba hormone gonadotropin dari kelenjar adenohypophysa ke dalam saluran darah dan bukan di mulainya secara tiba – tiba produksi hormone tersebut. Mekanisme neurohomoral yang menyebabkan pelepasan gonadotropin dari kelenjar adenohypophisa telah diisolir dari hypothalamus. Ransangan – ransangan neural tertentu dapat mempercepat timbulnya pubertaspada beberapa hewan betina. Hal ini mungkin berarti bahwa ransangan – ransangan neural menyebabkan hypothalamus menghasilkan atau melepaskan factor – factor pelepa yang sebaliknya menyebabkan pelepasan gonadotropin ke dalam lairan darah.
C. Umur dan Berat Badan Pubertas
Terjadinya estrus pertama pada hewan betina muda sangat menyolok karena timbul secara tiba – tiba. Tampak seolah – olah thermostat fisiologik telah disentakkan untuk menimbulkan aktivitas reproduksi. Pubertas, kecuali pada pada hewan – hewan yang bermusim, umumnya terjadi apabila berat dewasa hamper tercapai dan kecepatan pertumbuhan mulai mennurun. Hal ini berarti bahwa timbulnya pubertas mungkin berhubungan melalui beberapa jalan dengan suatu perubahan keseimbangan antara pengeluaran gonadotropin dan hormone pertumbuhan oleh kelenjar adenohypophisa. Umur dan berat hewan sewaktu timbulnya pubertas berbeda – beda menurut species. Karena pengaruh lingkungan, estrus sering terjadi pada umur yang sedemikian rendahnya sehingga apabila terjadi konsepsi maka kelahiran akan berbahaya karena kelahiran.
Spesies Usia
Kuda 10 – 24 bulan
Sapi, bangsa eropah 6 – 18 bln
Sapi, Brahman dan zebu 12 – 30 bln
kerbau 2-3 thn
Domba 6 – 12 bulan
babi 5-8 bulan
Sesudah perkawinan ternak dara tingkatan makanan selama kebuntingan pertama haruslah cukup untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangannya agar supaya menjelang waktu partu tidak terjadi komplikasi seperti distoksia.
3 . Factor Yang Memepengaruhi Pubertas
Pubertas di control oleh mekanisme – mekanisme fisiologik tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohypophisa, maka pubertas tidak luput dari pengaruh factor herediter dan lingkungan yang bekerja melalui organ – organ tersebut.
Musim; pemeriksaan ovaria pada babi di rumah potong menunjukkan bahwa musim pemotongan, jadi musim kelahiran, mempunyai pengaruh sangat nyataterhadappubertas.
Suhu; pengaruh suhu lingkungan yang konstan terhadap timbulnya pubertas pada sapi – sapi dara Brahman ( Zebu ). Pada sapi – sapi dara yang dikandangkan pada suhu 800F ( 28.90C ) pubertas dicapai pada rata – rata umur 398 hari dibandingkan dengan 300 hari pada 500 F (100C). Pada sapi – sapi dara yang ditempatkan dengan kondisi luar, pubertas dicapai pada umur 320hari. Makanan; makanan yang cukup perlu untuk fungsi endokrin yang normal. Tingkatan makanan tampaknya mempengaruhi sintesa pelepasan hormone dari kelenjar – kelenjar endokrin. Factor – factor genetic; factor – factor genetic yang mempengaruhi umur pubertas dicerminkan oleh perbedaan antar bangsa, strain, kelompok pejantan dan oleh persilangan dan inbreeding. Pada umumnya, sapi – sapi Brahman dan Zebu mencapai pubertas lebih lambat 6 sampai 12 bulan dari pada sapi – sapi bangsa eropah.
A. Musim Kawin (Breeding Season)
Hewan – hewan betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi yang terus – menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Pada hewan – hewan betina kejadian siklus berahi yang berturut – turut pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim – musim tertentu dalam waktu satu tahun, yang disebut dengan “musim kawin” atau breeding season. Akan tetapi sebelum dan sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam suatu keadaan yang relative tenang atau inaktif; keadaan ini disebut dengan anestrus.
4. Factor – factor yang mempengaruhi musim kawin
a. Lamanya siang hari ( photo periode ) Marshall (1973), mengobservasi bahwa apabila domba – domba betina dipindahkan melewati khatulistiwa dari belahan betina utara ke belahan bumi selatan, domba - domba tersebut segera merubah musim kawinnya sesuai dengan lingkungan yang baru.Siang hari yang panjang menyebabkan terhentinya kegiatan reproduksi. Gejala – gejala estrus akan timbul kembali apabila malam hari bertambah panjang dan siang hari bertambah pendek. Respons domba terhadap panjang siang hari yang berkurang disebut “pekawin hari pendek” (short days breeders). Sebaliknya unggas berespons terhadap panjang siang hari yang bertambah, dan disebut ”pekawin hari panjang”(longdaybreeders).Lamanya siang hari bukanlah satu –satunya factor yang mempengaruhi periodisitas kegiatan reproduksi. Lama penyinaran secara buatan di musim dingin dan menguranginya selama musim panas, maka musim reproduksi dapat berbalik terjadi pada musim semi dan musim panas.
b. Suhu. Pengaruh suhu adalah sekunder terhadap pengaruh lamanya siang hari atau lamanya penyinaran. Seleksi alamiah selama periode banyak generasi akan lebih efektif terhadap respons lamanya siang hari daripada respons terhadap perubahan–perubahan suhu. c. Factor – factor lain. Factor – factor lingkungan tertentu terlibat mempengaruhi musim reproduksi.
d. Kekurangan makanan atau kesehatan yang terganggu dapat mempengaruhi datangnya musim kawin.
e. Mekanisme hormonal.: Pengendalian reproduksi pada ternak – ternak yang kawin bermusim sebagian besar tergantung pada hypothalamus. Hypothalamus menjalankan pengaruhnya melalui sel – sel saraf yang menyebabkan pengeluaran factor – factor pelepas (releasing faktor) ke dalam saluran darah menuju ke kelenjar adenohypophisa.
5. Fase – Fase Siklus Birahi
Sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi telah dimulai estrus terjadi pada hewan – hewan betina tidak bunting menurut suatu ritmik siklus yang khas. Interval antara timbulnya suatu periode berahi ke permulaan periode berahi berikutnya dikenal dengan siklus berahi. Interval – interval ini disertai oleh suatu seri perubahan – perubahan fisiologik didalam suatu saluran kelamin betina.Walaupun setiap spesies mempunyai cirri – cirri khas dari pola berahinya, namun pada dasarnya adalah sama. Siklus berahi umumnya dibagi atas 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestru, dan diestrus. Beberapa peneliti membaginya atas dua fase, fase folikuler atau estrogenic yang meliputi proestrus dan estrus, dan fase luteal dan progestational yang terdiri dari metestrus dan diestrus.
Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estrodial yang semakin bertambah. System reproduksi memulai persiapan – persiapan untuk melepaskan ovum dari ovarium. Folikel, atau cairan folikel – folikel, tergantung pada spesies, mengembang dan diisi dengan cairan folikuler. Setiap folikel bertumbuh cepat selama 2 atau 3 hari sebelum estrus. Pada fase ini terjadi peningkatan pada pertumbuhan – pertumbuhan sel – sel dan lapisan bercilia pada tuba faloppii, dalam vaskularisasi mucosa arteri, dan dalam tebal dan vaskularisasi epithel vagina, dan kornifikasi terjadi pada beberapa spesies tertentu.
Estrus. Periode yang ditandai dengan keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode ini biasanya hewan betina akan mencari dan menerima pejantan untuk berkopulasi. Folikel de graaf membesar dan menjadi matang. Ovum mengalami perubahan – perubahan kea rah pematangan. Estradiol dari folikel de Graaf yang matang menyebabkan perubahan – perubahan pada saluran reproduksi tubuler yang maksimal pada fase ini.Matestrus atau postestrus dalah periode segera setelah estrus di mana corpus luteum bertambah cepat dari sel – sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh hormone LH dari adenohypophisa. Matestrus sebgaian besar berada dibawah pengaruh hormone progesterone yang dihasilkan oleh corpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophisa sehingga menghmabat folikeldeGraa fyang lain dan mencegah terjadinya estrus. Diestrus dalah periode terakhir dan terlama siklus berahi pada ternak – ternak mamalia. Corpus luteum menjadi matang dan pengaruh hormone progesterone terhadap saluran reproduksi menjadi nyata.
A. Birahi (estrus)
Estrus dan ovulasi sedikit banyaknya diserentakkan pada hewan betina untuk mempertinggi kemungkinan pertemuan ovum dengan spermatozoa dalam proses pembuahan untuk memulai pertumbuhan dan perkembangan individu baru. Sinkronisasi estrus dan ovulasi perlu karena umur ovum sesudah ovlasi dan umur sperma yang sudah disemprotkan ke dalam saluran kelamin betina sangat terbatas untuk beberapa jam.
B. Gejala – Gejala Birahi
Selama estrus, sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurang nafsu makan, dan kadang – kadang menaiki sapi – sapi betina lain dan akan diam berdiri bila dinaiki. Vulava tersebut akan membengkak. Memerah dan penuh dengan sekresi mucus transparan yang menggantung dari vulva atau terlihat di pangkal ekor.
C. Lamanya Birahi
Lamanya berahi bervariasi pada tiap – tiap hewan dan anatara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh varias- variasi sewaktu estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek di antara semua ternak mamalia. Berahi selama kebuntingan.Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5 % sapi – sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kenuntingan walaupun dapat terjadi dalam bulan-bulan tua. Dalam bukunya Toelihere yang berjudul Fisiologi Reproduksi Pada Ternak, menyatakan bahwa hormon progesteron dipersiapkan uterus untuk implantasi blatosis, memelihara dan mengatur organ-organ. Corpus luteum pada domba merupakan sumber progesteron utama, sehingga kadar hormon progesteron sangat erat kaitannya dengan tingkat ovulasi. Semakin tinggi ovulasi, maka kadar hormon progesteron akan meningkat, terutama berkaitan dengan pemeliharaan kebuntingan. Perpanjangan saluran kelenjar ambing dibawah pengaruh hormon estradiol. Percabangan pada saluran kelenjar ambing dan pembentukan lobul alveolar terjadi setelah saluran kelenjar ambing selesai, dipengaruhi hormon progesteron. Hormon progesteron dan estradiol bervariasi sesuai dengan usai kebuntingan, terutama dengan laju ovulasi (jumlah corpus luteum), ataupun jumlah anak yang dikandung Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing yang optimal terjadi selama kebuntingan, serta paling pesat terjadi setelah periode plasentasi, sedangkan selama periode laktasi pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing boleh dikatakan sudah berhenti. Kondisi tersebut disebabkan oleh hormon-hormon yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing sudah menurun. Peningkatan hormon mammogenik selama kebuntingan berhubungan erat dengan jumlah anak yang dilahirkan dan peningkatan produksi susu yang dihasilkan selama laktasi. Banyak jumlah anak yang dilahirkan, semakin tinggi produksi susu yang dihasilkan. Lebih lanjut peningkatan jumlah corpus luteum dan jumlah anak ternyata meningkatkan sekresi progesteron, estradiol dan laktogen plasma. Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu 98 persen dan merupakan prosentase tertinggi terjadi selama kebuntingan, sedangkan pada periode laktasi hanya + dua persen saja. Kekurangan pakan yang serius dan berlangsung satu sampai tiga minggu selama bulan pertama kebuntingan dapat mengakibatkan kematian embrio (15 persen).
D. Interval Antara Partus Dan Estrus Pertama
Sesudah partus, hewan betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan menyiapkan uterus, ovarium dan organ – organ kelamin lainnya dan system endokrin untuk memulai lagi suatu siklus normal dan untuk kebuntingan baru. Uterus kembali pada ukuran dan posisi semula (dikenal dengan involusi) dan mempersiapkan diri untuk kebuntingan berikutnya :
? Sapi. Waktu yang diperlukan untuk involusi antara 30 – 50 hari.
? Kuda involusi uteri 20 – 40 hri
? Babi. Estrus pertama sesuadah partus pada babi terjadi pada waktu 3 sampai 5 hari tetapi biasanya tidak disertai ovulasi. Oleh karena itu apabila betina dikawinkan pada saat tersebut tidak akan terjadi kebuntingan.
? Domba. Lama siklusnya pda domba – domba lokal bervariasi antara 11 sampai dengan 19 hari, rata – rata 16.7 hari.
E. Birahi pendek/ subestrus
Birahi pendek/ subestrus adalah suatu keadaaan pada hewan betina yang menunjukan gejala birahi secara klinis hanya beberapa jam saja, disertai terjadinya ovulsi pada ovariumnya. Waktu birahinya pendek dan kadang-kadang muncul pada malam hari. Oleh karena itu, lama birahinya hanya 3-5 jam saja, sering tidak dapat dideteksi oleh pemiliknya sehingga ternak tersebut diduga menderita anestrus. Terlebih apabila deteksi birahi hanya dilakuakn sekali dalam sehari, ada kemungkinan sub estrus tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan pada saatovulasi pada saat opvulasi induk hewan tidak dapat dikawinkan, akibatnya satu kesempatan heawan betina bunting terlewatkan. Penyebab kasus Birahi pendek/ subestrus ini dapat diterangkan mirip dengan pada kasus silent heat. Kasusnya banyak terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu pasca melahirkan. Penanggulangannya adalah dengan menggunakan pejantan pengusik dengan libido yang tinggi, sehingga keadaan birahi pendek dapat dikenali oleh pejantan (Hardjopranjoto, S. 1995).
F. Silent Heat dan Suboestrus
Silent heat dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pada hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak menunjukkan gejala birahi tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium tetap normal) (Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada sapi yang terjadi pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca melahirkan dapat mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca melahirkan sebesar 11,0 %. Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara umum pada pemeriksaan melalui vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop akan terlihat adanya hyperemia pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding serviks, dan adanya sedikit lendir birahi pada vagina. Pada hewan betina normal siklus oestrus dapat dibagi menjadi empat periode yaitu :
1. Proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH (Folikel Stimulating Hormone). Proestrus berlangsung selama 2 sampai 3 hari
2. Estrus
Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan sapi menjadi tidak tenang, keluar leleran dari dalam vulva, dan sapi menunjukkan perilaku seksual di dalam kelompoknya yaitu saling menaiki di antara sapi yang satu dengan sapi yang lain. Pada fase ini pertumbuhan folikel terus meningkat dengan cepat
3. Metestrus
Metestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel, rongga folikel secara berangsur – angsur mengecil, dan pengeluaran lendir terhenti.
4. Diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dari estrus, pada fase ini Corpus Luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari progesteron (hormone yang dihasilkan oleh corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus (Salisbury, 1985).
6. Kegagalan Pembuahan/fertilisasi
Faktor kegagalan pembuahan merupakan faktor utama penyebab kawin berulang sapi, termasuk dalam faktor ini adalah :
A. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
Menurut Hardjopranjoto (1995), kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti :
a. Tersumbatnya tuba falopii
b. Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium
c. Lingkungan dalam uterus yang kurang baik
d. Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi.
Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik (Zemjanis, 1980).
B. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna (Hardjopranjoto, 1995). Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH (Toelihere, 1981). Kegagalan ovulasi dapat disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan perkembangan kista folikuler (W.E Allen 1988).
b. Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang jelek (Arthur, 1975).
c. Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur. Pada hewan monopara seperti sapi, kerbau, kasusnya mencapai 13,19% . (Hardjopranjoto, 1995).
C. Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur (Hafez, 1993). Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama  diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi (Toelihere, 1981).
D. Sperma Yang Abnormal
Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulang (Hardjopranjoto, 1995).
7. Pemeriksaan Kebuntingan
Sapi yang diduga tidak berahi setelah dikawinkan kemungkinan bunting. Pemeriksaan kebuntingan sapi dilakukan satu sampai satu setengah bulan setelah inseminasi terakhir. Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi rektal yaitu memasukkan tangan pada bagian rektal, jika ovarium terasa asimetris atau adanya pembesaran di salah satu ovari, bisa dikatakan sapi tersebut bunting. Selain itu perabaan dapat dilakukan pada bagian fetal membran (percabangan uteri) yang terasa membesar, pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter hewan atau veteriner yang mempunyai keahlian dalam hal reproduksi.
Umur kebuntingan 1,5 bulan sangat muda dan dapat mengakibatkan pecahnya embrio yang masih sangat kecil. Jika sapi tersebut positif bunting maka diberi tanda dengan chalking green pada pangkal ekor. Sejarah perkawinan sapi yang bersangkutan termasuk tanggal melahirkan, tanggal dan jumlah IB yang dilakukan pada seekor sapi harus tercatat dengan baik sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu. Catatan perkawinan dan reproduksi yang lengkap sangat bermanfaat untuk menentukan umur kebuntingan secara tepat dan cepat (Toelihere, 1985).
Pemeriksaan kebuntingan dilakukan pada pagi hari saat sapi kembali ke kandang setelah diperah. Ini dapat membantu seorang veteriner untuk memeriksanya, karena sapi dapat di lock up (jepit) pada bagian kepala, sehingga mudah untuk di palpasi. Sebelum melakukan palpasi tangan dibungkus dengan gloves plastic, dan mengambil sebagian feses yang ada sebagai pelicin. Mulanya memasukkan satu jari, dua jari dan seterusnya hingga semua bagian masuk kedalam rektum. Jika kotoran terlalu banyak dapat dikeluarkan sebagian, tidak perlu sampai habis. Saat tangan sudah masuk sapi akan berkontraksi (merejan), tangan didiamkan beberapa saat, kemudian dapat dilanjutkan kembali.
Proses Fisiologis Ovulasi, Fertilisasi, Implantasi, Embriogenesis, Kelahiran, dan Siklus Estrus
Learning Objective
l Mengetahui Proses Fisiologis Ovulasi, Fertilisasi, Implantasi, Embriogenesis, Kelahiran, dan Siklus Estrus.
l Mengetahui Peranan Hormonal dalam Sistem Reproduksi Betina
l Sebutkan Patologi dan Parasit ( Organ ) pada sistem Reproduksi Betina
Proses Oogenesis
Proses pembentukan dan perkembangan ovum
Differensiasi ova terjadi dalam 2 tahap yaitu tahap mitosis dan tahap meiosis :
Mitosis (Multiplikasi) : Oogania berproliferasi dari germ sel (primordia) menghasilkan beberapa generasi sel yang identik. Oogonia memasuki profase pada pembelahan meiosis I setelah menjadi oosit primer. Oosit primer berhenti pada profase sampai dewasa kelamin terjadi. Pembelahan meiosis I menyebabkan terjadinya perubahan oosit primer ke oosit sekunder. Pada umumnya terjadi sebelum ovulasi, kecuali pada kuda dan anjing pembentukan oosit sekunder terjadi pasca ovulasi. Pada saat ovulasi oocit pada stadium metafase II dari meiosis II. Pembelahan meiosis II berlanjut bila spermatozoon menembus zona pelusida dan mengaktifkan oosit sekunder ( Anonim, 2009 ).
Ovulasi
Ovulasi adalah proses terlepasnya sel ovum dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Waktu yang dibutuhkan oleh seluruh proses ovulasi tergantung pada lokasi sel telur dalam folikel. Waktu ovulasi akan singkat apabila sel telur berada di dasar folikel dan akan lama apabila sel telur berada dekat pada stigma yang menonjol dipermukaan ovarium ( Anonim, 2009 ).
Mekanisme terjadinya ovulasi
a. Hormonal :
Setelah folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam dosis kecil akan menyebabkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada daerah stigma yang pucat karena daerah ini kurang memperoleh darah.
b. Neural :
Rangsangan pada luar servik, baik pada saat kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga mengakibatkan ovulasi ( Anonim, 2009 ).
Dari sisa-sisa folikel yang telah mengalami ovulasi akan terbentuk bermacam-macam tenunan yaitu :
· Korpus haemoragikum
Setelah ovulasi akan diikuti pemberian darah yang lebih pada sisa-sisa folikel. Terjadi hipertropi dan hiperplasi pada tenunan sehingga tebentuk benda yang bulat menonjol dipermukaan ovarium,kenyal,dan berwarna merah
b. Korpus Luteum
Sebagai akibat dari proses luteinasi dari korpus haemoragikum oleh pengaruh hormon LTH, terjadilah pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel tersebut. Tenenuan baru akan berubah warna menjadi kuning dan menghasilkan progesteron yang lama-lama akan tinggi pada puncak siklus birahi.
c. Korpus Albikansia
Berhentinya aktivitas korpus luteum dalam menghasilkan progesteron akan menyebabkan degenerasi dari sel-selnya karena sudah tidak memperoleh suplai darah maka bentuknya menjadi sangat kecil dan berwarna pucat. Ovulasi pada sapi terjadi sekitar 10-12 jam setelah estrus berakhir. Adanya gangguan pada saat ovulasi dapat menyebabkan tidak terjadinya fertilisasi dan atau gangguan perkembangan embrio. Gangguan ovulasi dapat terjadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan endokrin dan faktor mekanik ( Anonim, 2009 ).
Fertilisasi
Pertemuan / penyatuan sel sperma dengan sel telur inilah yang disebut sebagai pembuahan atau fertilisasi. Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba Falopii umumnya di daerah ampula / infundibulum. Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontraksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama ( Yosemite, 2009 ).
Kemudian spermatozoa mengalami peristiwa :
1. reaksi kapasitasi : selama beberapa jam, protein plasma dan glikoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan.
2. reaksi akrosom : setelah dekat dengan oosit, sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat-zat dari corona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan corona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan corona radiata, trypsine-like agent dan lysine-zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pellucida untuk mencapai ovum. Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pellucida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat. Sekali telah terjadi penembusan zona oleh satu sperma, terjadi reaksi khusus di zona pellucida (zone-reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya ( Yosemite, 2009 ).
Hasil utama pembuahan
1. penggenapan kembali jumlah kromosom dari penggabungan dua paruh haploid dari ayah dan dari ibu menjadi suatu bakal individu baru dengan jumlah kromosom diploid.
2. penentuan jenis kelamin bakal individu baru, tergantung dari kromosom X atau Y yang dikandung sperma yang membuahi ovum tersebut.
3. permulaan pembelahan dan stadium-stadium pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis) ( Yosemite, 2009 ).
Implantasi
Pada akhir minggu pertama (hari ke-5 sampai ke-7) zigot mencapai cavum uteri. Pada saat itu uterus sedang berada dalam fase sekresi lendir di bawah pengaruh progesteron dari korpus luteum yang masih aktif. Sehingga lapisan endometrium dinding rahim menjadi kaya pembuluh darah dan banyak muara kelenjar selaput lendir rahim yang terbuka dan aktif. Kontak antara zigot stadium blastokista dengan dinding rahim pada keadaan tersebut akan mencetuskan berbagai reaksi seluler, sehingga sel-sel trofobas zigot tersebut dapat menempel dan mengadakan infiltrasi pada lapisan epitel endometrium uterus (terjadi implantasi). Setelah implantasi, sel-sel trofoblas yang tertanam di dalam endometrium terus berkembang , membentuk jaringan bersama dengan sistem pembuluh darah maternal untuk menjadi PLASENTA, yang kemudian berfungsi sebagai sumber nutrisi dan oksigenasi bagi jaringan embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin ( Yosemite, 2009 ).
Embriogenesis
Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang dihasilkan dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut blastomer. Sesudah 3-4 kali pembelahan : zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut stadium morula (kira-kira pada hari ke-3 sampai ke-4 pascafertilisasi). Morula terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta). Kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini kemudian bersatu dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan sel luar. Pada stadium ini zigot disebut berada dalam stadium blastula atau pembentukan blastokista. Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mass kemudian disebut sebagai trofoblas ( Yosemite, 2009 ).
Kelahiran
Parturisi merupakan suatu proses kelahiran. Di sini fetus bertanggung jawab terhadap inisiasi kelahiran, proses endokrin cukup berbeda dari satu spesies dengan yang lainnya, pada beberapa spesies proses tersebut belum secara rinci dapat dijelaskan. Peningkatan produksi kortisol fetus terjadi sebagai akibat dari perubahan dan kedewasaan aksi hipotalamus-pituitari-adrenal fetus. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh stress fetus yang berkembang karena plasenta tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan untuk pertumbuhan dan tuntutan fetus ( Hary, 2009 ).
Kejadian endokrin yang mendahului kelahiran antara lain ;
· Peningkatan produksi corticotropin-releasing hormone (CRH) oleh otak fetus.
· Peningakatan produksi hormonr adenocrticotropic (ACTH) oleh glandula pituitari anterior fetus.
· Peningkatan produksi kortisol oleh galndula adrtenal fetus
· Perubahamn plasenta progerteron ke estrogen
· Estrogen menstimuli myometrium untuk memproduksi prostlagladin F2a (PGF2a) dan juga menyebabkan relaksasi cervix
· PGF2a menyebabkan kontraksi myometrium yang akan menyebabkan tekan intra uterin dan memndorong fetus ke arah cervic.
· Oksitosin akan dikeluarkan oleh galandula pituitari posterior induk dan fetus memacu dilatasi cervic.
· Oksitocin menyebabakn kontrakasi myometrium.
Hormon peptida relaxin diproduksi oleh plasenta atau oleh maternal korpus luteum pada kebuntingan awal. Relaxin juga berperan pada relaksasi maternal cervix menjelang kelahiran dan mempengaruhi efisiensi kontraksi myometrium ( Hary, 2009 ).
Menjelang kelahiran
Tanda-tanda mendekati kelahiran dapat diperhatikan selama akhir bulan kebuntingan, tanda- tanda tersebut antara lain :
· Rotasi posisi lahir
Selama kebuntingan, fetus akan rebah pada punggung dengan kaki menghadap ke atas. Sesudah rotasi ke posisi lahir, fetus akan rebah pada thorax atau abdomen dengan kaki depan ke diposisikan pada ujung kornu dekat cervix dan hidungnya terletak di antara kaki depan. Dengan posisi ini, kelahiran lebih mudah.
· Perubahan gl.mammae
Pertumbuhan gl.mammae dapat terlihat selama akhir kebuntingan. Ini disebabkan oleh kerjasama estrogen dan progesteron yang merangsang perkembangan duktus-duktus dan jaringan-jaringan sekresi gld.mammae. Mendekati kelahiran gl.mammae akan membesar dan berisi air susu. Sintesis susu merupakan fungsi prolactin dalam kerjasamanya dengan hormon lain. Ketika oxytocin dilepaskan selama kelahiran, terjadilah milk let down sehingga menyebabkan air susu keluar dari puting susu ( Hary, 2009 ).
· Perubahan lain
Makin mendekati kelahiran maka Relaxin bekerjasama dengan estrogen yang akan menyebabkan relaksasi ligamentum pelvis dan perluasan saluran cervix. Relaksasi lig pelvis di sekitar pangkal ekor akan menyebabkan pangkal ekor lebih menonjol. Vulva menjadi lunak dan membengkak. Mukus terlihat seperti leleran dari vulva ketika estrogen menyebabkan sel2 epithel cervix mensekresikan mukus baru, sehingga mencairkan sumbat mukus. Domba akan mencoba meninggalkan kelompoknya. Domba akan mencari tempat sembunyi selama kelahiran ( Hary, 2009 ).
Stadium-stadium pada kelahiran :
Tahap pertama kelahiran
Tahap ini dipercya berlangsung selama 6-12 jam. Domba betina akan memisahkan diri dari kelompoknya dan terlihat gelidah dan mencakar tanah. Beberapa domba betina tidak menunjukkan tanda apapun pada tahap pertama kelahiran.
Tahap kedua kelahiran
Tahap ini berlangsung ½-1 jam dan mungkin sedikit lebih lama pada domba betina yang baru pertama kali melahirkan. Mayoritas anak domba memasuki saluran peranakan pada presentasi longitudinal anterior dengfan postur yang sama seperti anak sapi. Beberapa anak domba lahir dengan presentasi posteriore dengan kaki-kaki belakang yang menjulur memasuki saluran peranakan. Anak domba yang kecil pada presentasi anterior kadang-kadang dapat lahir dengan satu kaki depan pada fleksi bahu. Normalnya domba betina akan berbaring untuk melahirkan, mengejan dengan kuat dan menengadahkan kepalanya ke atas dan mengembik. Banyak domba betina memilih berbaring dengan posisi belakangnya. Melawan tembok atau pagar selama melahirkan.tahap kedua diulangi sewaktu anak domba berikutnya lahir. Kira-kira 50% anak domba terlahir dengan amnion utuh ( Hary, 2009 ).
Tahap ketiga kelahiran
Plasenta normalnya lepas dalam waktu 3-4 jam setelah kemahiran anak domba yang terakhir.
PROSES KELAHIRAN
Inisiasi hormon
Pola hormon selama bagian akhir kebuntingan mengatur stadium kelahiran. Kadar estrogen, progesteron, dan relaksin terlihat tinggi sehingga dapat diketahui bahwa mekanisme yang menginisiasi kelahiran adalah pelepasan cortisol oleh fetus. Kenaikan cortisol menyebabkan produksi dan pelepasan yang lebih besar dari estrogen oleh plasenta yang menginisiasi pelepasan PGF2a dari uterusPGF2a yang menyebabkan regresi CL dan turunnya progesteron. Plasenta merupakan sumber utama Progesteron pada domba selama 2/5 akhir kebuntingan ( Hary, 2009 ).
Tampaknya kenaikan cortisol fetus menyebabkan perubahan dalam enzim plasenta yang menghasilkan konversi Progesteron menjadi Estrogen. Estrogen plasenta menyebabkan pelepasan PGF2a dari uterus domba tetapi penurunan progesteron terlihat sebelum kenaikan PGF2a.
Oxytocin terlepas ketika gerakan fetus merangang syaraf sensoris cervix dan vagina. Konsenjtrasi Oxytocin yang tertinggi terlihat selama pengeluaran fetus. Lonjakan kecil terlihat selama pengeluaran plasenta Pelepasan PGF2a yang lebih besar disebabkan oleh oxytocin. Suatu peningkatan cortisol induk menjelang kelahiran mungkin disebabkan oleh stres parturisi dan tidak terlibat dalam regulasi parturisi. Lonjakan prolactin terkait dengan sintesis susu dan bukan dengan parturisi.
Kejadian fisiologis utama dalam parturisi :
Dilatasi cervix untuk lintasan fetus
Inisiasi dilatasi cervix disebabkan oleh relaxin yang bekerja sama dengan estrogen yang meningkat. Kerjasama hormon-hormon ini melunakkan cervix dan menyebabkan sel-sel epithelnya mensekresikan mukus. Dilatasi selanjutnya terjadi ketika kontraksi uterus mendorong allanto-chorion dan kemdian amnion ke arah cervix. Allanto-chorion mungkin pecah selama proses ini. Amnion biasanya tidak pecah sampai fetus memasuki cervix ( Hary, 2009 ).
Sejumlah faktor ikut dalam inisiasi dan kontinuasi kontraksi uterus yang terjadi bersamaan dengan dilatasi cervix dan kemudian melanjut selama beberapa jam sesudah pengeluaran fetus.
Progerteron yg rendah, kemudian estrogen yg meningkat menyebakan hilangnya hambatan teerhadap kontraksi dari myometrium dan membuatnya lebih aktif terhadap agenagen yang sifatnya merangsang. Kontraksi uterus yg mengeluarkan fetus dan plasenta ( Hary, 2009 ).
Kontraksi awal uterus mungkin disebabkan oleh PGF2a ketika dilepas dari endometrium dengan naiknya estrogen. Kontraksi awal ini lemah, ireguler, terjadi kira2 dengan interval 15 menit Ketika fetus terdorong ke dalam cervix rangsangan syaraf sensoris menyebabkan pelepasan oxytoxin dari hipofisis posterior.
Meningkatnya pelepasan oxytocin ini disertai oleh pelepasan PGF2a yg lebih besar. Oxytoxin bekerja langsung pada myometrium atau secara tidak langsung lewat rangsangan pelepasan PGF2a yang lebih besar, menyebabkan kontraksi uterus akan lebih kuat, lebih ritmik dan lebih frekuen PGF2a dan Oxytoxin mencapai puncak selama pelepasan fetus
Mortalitas fetus disebabkan oleh anoxia mungkin faktor lain yang menyebabkan kontraksi labih kuat mendekati berakhirnya stadium ketika fetus dikeluarkan. Ketika uterus berkontraksi menyebabkan berkurangnya aliran darah ke fetus, suplai oksigen menipis, yang menyebabkan meningkatnya aktivitas yang terkait dengan anoxia. Gerakan mekanik dari fetus yang mendorong ke arah kontraksi uterus menyebabkan kontraksi lebih kuat.
Sesaat seblum pengeluaran fetus, kontraksi uetrus menjadi reguler, kuat dan frekuen, yang terjadi kira2 dengan interval 2 menit yang berlangsung selama kira2 1 menit. Kontraksi otot abdomen akan membantu akhir pengeluaran fetus.
Sesudah pengeluaran fetus kontraksi uterus berkurang. Pengurangan ini akan menlanjut selama 1-2 hari. Kontraksi yg kontinyu bertanggung jawab untuk pengeluaran membran plasenta maupun cairan dan fragmen-fragmen jaringan plasenta yang masih tinggal dalam uterus. Lonjakan oxytosin kedua terkait dengan pengeluaran plasenta ( Murti, 2009 ).
Siklus Estrus
Anjing betina memiliki dua periode birahi dalam setahun, setiap enam bulan dengan jangka waktu 2-3 minggu tiap periodenya. Birahi pertama muncul antara bulan ke 6-15 setelah kelahiran, anjing dapat dikawinkan sejak saat ini. Pada anjing ras besar munculnya birahi pertama akan lebih lama karena waktu pertumbuhan yang lebih lama Anjing betina memiliki tipe ovulasi spontan, hal ini berarti ovulasi tidak dipengaruhi kapan dikawini. Periode ini tampak setiap 6 bulan. Estrus/birahi yang terlambat atau dipercepat tidaklah aneh. Durasi dari siklus ini bervariasi tiap hewan dan bergantung pada ras, tetapi selalu diantara 150-300 hari. siklus estrus ini terdiri atas empat fase: proestrus, estrus terdapat pada saat estrus, diestrus dan anestrus adalah fase istirahat seksual. Tingkah laku, fisiologi dan anatomi akan berbeda-beda pada tiap-tiap fase estrus ( Feni, 2009 ).
Proestrus; fase dengan lama 7-10 hari mengindikasikan awal dimulainya estrus, ciri fase ini ditemukan tetesan darah dan vulva yang menebal. Pada fase ini pejantan akan tertarik kepada betina, tetapi betina akan menolak saat dinaiki( Feni, 2009 ).
Estrus; fase setelah proestrus dan bertahan 5-10 hari. Pengeluaran darah akan bertambah banyak, kemudian berhenti total dengan sendirinya dan pejantan akan diterima saat akan mengawini. Ovulasi terjadi pada periode ini, ovulasi terjadi 2-3 hari setelah pejantan diterima. Ini adalah faktor penting, karena ini berarti momen ideal untuk reproduksi bukan saat betina mau menerima pejantan.
Diestrus; tahap ini berlangsung selama 110-140 hari, fase ini betina akan bunting atau istirahat bila tidak terjadi pembuahan.
Anestrus; fase ini datang setelah siklus baru, mempunyai panjang periode yang bermacam-macam dan perlu diingat siklus estrus anjing dua kali setahun ( Feni, 2009 ).
Peranan Hormonal dalam Sistem Reproduksi Betina
Estrogen; hornon ini disekresikan oleh ovarium selama estrus, berfungsi untuk menstimulus hypothalamus mensekresikan hormon lain yang akan mendorong terjadinya ovulasi. Progesteron; disekresikan oleh yellow body pada saat terjadi ovulasi, hormon ini sangat diperlukan untuk memelihara kebuntingan. Gonadotropin; disekresikan oleh glandula hipofise, berupa FSH untuk menstimulus pertumbuhan folikel dan penghentian proses pematangan, LH mennyebabkan ovulasi. Oxytosin; disekresikan oleh glandula yang sama dengan FSH, menyebabkan dilatasi jaringan pada saat kelahiran, digunakan juga untuk memacu kelahiran. Prolaktin; disekresikan oleh glandula yang sama, hormon ini menstimulasi pengeluaran susu setelah terjadinya kelahiran ( Feni, 2009 ).
GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH / LH ).
FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium wanita (pada pria : memicu pematangan sperma di testis). Pelepasannya periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium, melalui mekanisme feedback negatif. ( Anonim, 2009 ).
LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron.
Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat. (Pada jantan : LH memicu sintesis testosteron di sel-sel Leydig testis) ( Anonim, 2009 ).
Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Pada pria, diproduksi juga sebagian di testis. Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta. Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi betina. Pada uterus : menyebabkan proliferasi endometrium. Pada serviks : menyebabkan pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks. Pada vagina : menyebabkan proliferasi epitel vagina. Pada glandula mamae : menstimulasi pertumbuhan payudara. Juga mengatur distribusi lemak tubuh. Pada tulang, estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga memicu pertumbuhan / regenerasi tulang ( Anonim, 2009 ).
Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta. Progesteron menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi ( Anonim, 2009 ).
HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb) ( Anonim, 2009 ).
LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kebuntingan, prolaktin juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen). Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa laktasi / pascapersalinan. Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa amenorhea ( Anonim, 2009 ).
Patologi dan Parasit ( Organ ) pada sistem Reproduksi Betina
Patologi
Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan
Camphylobacteriosis
Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).
Aspergillosis
Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).
Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).
Gangguan ovulasi dapat berupa ovulasi tertunda, anovulasi dan sista folikuler
Ovulasi tertunda (Delayed ovulation)
Ovulasi tertunda merupakan salah satu penyebab infertilitas. Kejadian ini dapat menyebebkan perkawinan atau IB tidak tepat waktu sehingga fertilisasi tidak terjadi dan akhirnya kegagalan kebuntingan. Penyebab ovulasi tertunda bisa karena rendahnya kadar LH dalam darah atau karena diperpanjangnya masa folikuler. Diagnosis dapat dilakukan secara per rektal folikelnya yaitu 24-36 jam setelah estrus berakhir. Gejala yang tampak pada kasus ini adalah terjadinya kawin berulang. Terapi dapat dilakukan dengan injesi GnRH (100-250 mikrogram Gonadorelin) saat IB atau pemberian hCG( Admin, 2008 ).
Sista Ovaria
Ovaria dikatakan sistik bila mengandung satu atau lebih struktur yang berisi cairan dan lebih besar dibanding folikel yang masak. Adanya sista tersebut menyebabkan folikel de graf tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi dan atresia atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan memetap paling sedikit 10 hari ( Admin, 2008 ).
Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau nimfomania. Sista ovaria merupakan salah satu penyebab infertilitas. Faktor predeposisinya adalah herediter dan diet. Penyebab sista ovaria adalah gangguan ovulasi dan endokrin. Terapinya dapat dengan LH/HCG, GnRH, PGF2α ( Admin, 2008 ).
Berdasarkan kejadiannya sista ovaria dibagi menjadi sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
a. Sista folikuler
Merupakan sekumpulan folikel yang tidak mengalami ovulasi disebabkan karena rendahnya hormone LH. Jumlah sista bisa satu atau lebih pada salah satu ovarium atau keduanya. Gejala sista folikuler adalah estrus terus menerus ( nimfomania ) jika sistanya banyak atau anestrus jika sistanya sedikit dan sifatnya anovulotorik. Jika kejadian nimfomania menjadi kronis bisanya menyebabkan sterility hump. Pada pemeriksaan per rectal terhadap ovarium akan teraba permukaan halus, diameter > 2,5 cm, dinding tipis dan jika ditekan ada fluktuasi. Terapinya dapat dilakukan dengan cara enukleasi dan pemberian hormone LH atau HCG ( Admin, 2008 ).
b. Sista luteal
Terbentuk karena folikel mengalami luteinisasi akibat peningkatan LTH secara mendadak. Kejadian sista luteal biasanya tunggal pada ovarium dan sering terjadi pada sapi perah yang produksinya tinggi. Gejala sista luteal adalah tidak menunjukkan estrus ( anestrus ) dan sifatnya anvulatorik ( tidak mampu berovulasi ). Pada pemeriksaan per rectal terhadap ovarium teraba diameter > 2,5 cm, permukaan antara ovarium dan luteal berbatas jelas, dindingnya tebal dan jika ditekan terasa kenyal. Terapinya dengan pemberian PGF2α atau dengan cara enukleasi terhadap sista luteal ( Admin, 2008 ).
Sista korpora luteal
Sista yang terbentuk dari folikel yang telah berovulasi kemudian mengalami luteinisasi sebagian sehingga ada bagian tengah yang berongga dan berisi cairan., biasanya tunggal pada salah satu ovarium. Pada dasarnya kondisi ini mempunyai siklus normal, estrus dan ovulasi serta fertilisasi dapat terjadi namun kondisi konsepsi tidak dapat dipertahankan karena progesterone dalam darah rendah. Manifesti dari sista korpora luteal ditandai dengan adanya kawin berulang. Pada palpasi per rectal ovarium teraba kenyal jika ditekan, dia eter besar > 2,5 cm dan berdinding tebal. Terapinya dengan PGF2α jika tidak terjadi kebuntingan ( Admin, 2008 ).
Anovulasi
Sering dikaitkan dengan true anestrus, namun estrus dapat terjadi tetapi folikel mengalami regresi atau atresia. Juga sering terjadi pada sapi setelah partus, dimana ada aktivitas ovarium yang ditandai dengan adanya estrus namun lemah karena folikel tidak berkembang secara maksimum dan hilang (anestrus) karena folikel mengalami regresi. Tidak berkembangnya folikel sampai masak dan tidak terjadinya ovulasi mungkin disebabkan karena rendahnya kadar hormone FSH dan LH. Kadang folikel tidak regresi dan mencapai ukuran 2-2,5 cm, tapi dindingnya mengalami luteinisasi sehingga mirip dengan korpus luteum atau folikel berkembang menjadi folikel de graf tetapi gagal ovulasi karena gangguan pelepasan hormone gonadotropin. Gejala klinis dalam kasus ini adanya estrus kembali setelah perkawinan atau adanya kawin berulang. Pada pemeriksaan per rectal terhadap ovarium teraba rounded atau halus, tidak ada fluktuasi, solid seperti korpus luteum. Terapi menggunakan HCG atau GnRH ( Admin, 2008 ).
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).
Parasit
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).
Bakteri yang menyebabkan pregnancy loss jarang sekali dilaporkan terjadi pada kucing. Contohnya pada kasus distokia dan stillbirth pada anak kucing biasanya disebabkan karena adanya asosiasi antara kondisi lingkungan dengan kontaminasi dari Salmonella typhimurium, yang berasal dari pakan kasar untuk semua kucing di tempatnya [31]. Kemudian pada kasus yang lain, percobaan dengan menggunakan infeksi dari Bartonella henselae akan menyebabkan terjadinya sub-fertilitas pada induk kucing, akan tetapi bakteri tidak menular lewat kopulasi, tranplasenta atau lewat colostrum dan susu ( Jogjavet, 2009 ).
IMPLANTASI
Definisi :
l Mammalia = blastosis bersarang dalam rahim hub. Timbal balik Selaput Ekstra Embrio – Selaput Lendir Rahim
l Unggas/mammalia bertelur : blastosis melekat pada yolk embrio berkembang di luar tubuh induk
l Blastosis aktif = penjuluran kaki palsu (pseudopodia / serat-serat protein menembus epitel rahim)
l Rahim aktif = implan jar. Otot / tumor (progestasi)
l Blastosis dan rahim sinkron kegagalan (TE)
PROSES IMPLANTASI
Induk Blastosol
Serum Prot,
Glukosa, P & Cl
K+ & Bikarbonat
mempermudah tropoblas
melekat pada SLR
karbonik anhidrase
as.karb
CO2 & O2
implantasi
JENIS-JENIS IMPLANTASI
l Superficial (sentral)
blastosis di lumen rahimkelinci, karnivora, ungulata
l Eksentrik
blastosis di kripta / lipatan SLR rodensia
l Profundal (intertitial)
blastosis menembus & berkembang dlm endometrium manusia, kelelawar & marmut
l Kegagalan implantasi kematian embrio dini (early death emryonic/EDE) hari 27: masa kritis bagi kehidupan embrio
l EDE : domba = 20 – 30 %, babi = 25 – 40 %
FAKTOR-FAKTOR EED
1. Umur Induk
- makin dewasa makin baik
- dewasa : muda 73 : 33 % meski
Conceptio Rate / CR sama
2. Temperatur
l Secara eksperimental tahap awal paling cepat terpengaruh hasil variasi
l Embrio domba = perub. mekanisme regulasi metabolik & sintesa protein embrio lemah (mampu tumbuh) tapi / saat implantasi
3. Nutrisi
( - ) nutrisi 7 – 21 = 15 %
( - ) selenium & iodin = meningkatkan kematian
glikogen, lemak, reruntuhan sel & leukosit histotrof terutamaglisin, alanin, taurin & glutamin dibutuhkan embrio
4. Hormonal
l Progesteron hormon utama thd perub. Preimplantasi – bunting
l Progesteron rendah menurunkan daya hidup embrio dalam rahim
l Kadar < 100 g ( dlm Cl ) tak mempertahankan kelangsungan hidup embrio pada sapi
l Injeksi 100 mg dapat meningkatkan daya hidup embrio (7 hari fertilisasi)
5. Kontaminasi Kuman
l Menggagalkan implantasi a / infeksi o / jasad renik
l Kontaminasi = menembus zp bersama spermatozoa embrio melalui media biakan (Ricketsia, protozoa, klamidia & virus (blue tangue / domba), babi = paruovirus, pseudorabies, vesicular stomatitis, african swine fever, food & mouth disease (PMK) & cytomegalo virus
6. Immunologis
l Embrio alograf dg induk (antigen) susunan genetika khas yang berbeda
l Embrio memproteksi diri ( zigotin ) menekan sistem kekebalan induk bersifat lokal dlm rahim
7. Faktor-Faktor Lain :
- musim
- variasi individual
- inbreeding
- obesitas
III PENUTUP
Kesimpulan
Reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Hewan betina harus menghasilkan ovum yang hidup dan di ovulasikan pada waktu yang tepat. Ia harus memperlihatkan estrus atau keinginan untuk kawin dekat waktu ovulasi sehingga kemungkinan penyatuan sel kelamin jantan dengan sel telur dan kemungkinan pembuahan lebih tinggi. reproduksi normal melingkupi penyerentakan dan penyesuaian banyak mekanisme fisiologik.
Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan pada tugas dan mata kuliah ilmu reproduksi ternak ini agar membuat diskusi mengenai tugas yang telah dibuat agar mahasiswa bisa lebih mengerti lagi mengenai hasil tugas yang telah diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen,W.E., 1988, Fertility and Obstetrics in the Horse, Blackwell scientific, London. P.51,56,57.
Arthur, G.H, 1975, Veterinary Reproduction And Obstetrics, Fourth Edition, The English Language Book Society And Baillere Tindall, pp: 397.
Bakely J dan Bade P.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan Srigandono B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hardjopranjoto, W. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. P.14,117,133,162
Hopkin, SM. 1986. Bovine anoestrus. In Morrow. (ed) Curent Therapy in Theriogenology.2. P.247
Toelihere R. Mozes.1985.Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung.
Toelihere R. Mozes.1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung.
Udiati Umi. 2007. Menyerentakkan Berahi Domba Dan Kambing dengan Spons Progesteron. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Vol.29,No.,3.
Sumber lain:
INFO PETERNAKAN
PEMILIHAN BIBIT
Induk betina berperan untuk melahikan anak. Calon induk sebaiknya dipilih dari ternak yang masih muda memiliki bentuk tubuh bagus dan berasal dari induk yang setiap kali beranak melahirkan lebih dari satu ekor. Prilaku induk menunjukkan sifat keibuan dan menunjukkan kasih sayang dalam memelihara dan mengasuh anaknya.
Ciri-ciri induk yang bagus untuk dikembangkan adalah sebagai berikut:
- Bentuk kaki lurus
- Bulu halus tidak ada penyakit kulit.
- Mata jernih
- Bentuk ambing seimbang
- Jumlah puting dua
- Lebih bagus jika sudah bunting saat dibeli
Ciri-ciri pejantan yang bagus untuk dikembangkan adalah sebagai berikut :
- Bentuk alat kelamin berkembang sempurna
- Kaki lurus dan kuat
- Bentuk dada bidang
- Tumit kaki belakang tinggi
- Bulu halus tidak ada penyakit kulit
DEWASA KELAMIN
Dewasa kelamin merupakan masa munculnya gejala birahi pertama kali pada ternak jantan maupun betina.
Dewasa kelamin pada ternak jantan umur 6-8 bulan dan betina pada umur 8-12 bulan.
DEWASA TUBUH
Dewasa tubuh merupakan saat dimana ternak betina siap mengalami kebuntingan pertam kali dan pada ternak jantan sudah bisa menghasilkan keturunan.
Desawa tubuh ternak jantan pada umur 10-12 bulan, sedang ternak betina pada umur 12-15 bulan.
Kisaran bobot badan untuk dewasa tubuh adalah :
- Jantan 25 kg
- Betina 20 kg
BIRAHI
Tanda-tanda birahi ternak betina adalah:
- Sering mengibas-ibaskan ekornya-
- Geliasah, nafsu makan berkurang-
- Bibir kelamin luar membengkak, basah berlendir, dan berwarna kemerahan
- Suka menaiki temannya
Lama waktu birahi ternak betina : 1-2 hari. Siklus birahi/ munculnya birahi ternak betina setiap 19-20 hari.
PERKAWINAN
Syarat ternak dikawinkan :
- Sudah mengalami dewasa tubuh atau sudah berumur lebih dari 12 bulan atau telah mencapai beret badan ±25 kg untuk jantan dan ±20 kg untuk betina.
- Ternak betina sudah menampakkan tanda-tanda birahi.
KEBUNTINGAN
Kebuntingan pada ternak kambing berlangsung selama 150-152 hari atau ± 5 bulan.
Tanda-tanda kebuntingan pada ternak kambing adalah sebagai berikut :
- Tidak munculnya birahi pada siklus birahi berikutnya
- Lebih tenang dan menghindar jika dinaiki temannya
- Ambing tampak menurun dan nafsu makan bertambah
- Perut sebelah kanan terlihat membesar
- Bulu tampak lebih mengkilat (klimis)
KELAHIRAN
Ciri-ciri kambing melahirkan dan perlu mendapat perhatian peternak
Skema pengaturan perkawinan berdasarkan siklus birahi ternak kambing betina.
Perkiraan kelahiran 3 kali dalam 2 tahun
Perkiraan kelahiran 2 kali dalam setahun
Reproduksi Mamalia (Mammalia)
Semua jenis mamalia, misalnya sapi, kambing dan marmut merupakan hewan vivipar (kecuali Platypus). Mamalia jantan dan betina memiliki alat kelamin luar, sehingga pembuahannya bersifat internal. Sebelum terjadi pembuahan internal, mamalia jantan mengawini mamalia betina dengan cara memasukkan alat kelamin jantan (penis) ke dalam liang alat kelamin betina (vagina).
Ovarium menghasilkan ovum yang kemudian bergerak di sepanjang oviduk menuju uterus. Setelah uterus, terdapat serviks (liang rahim) yang berakhir pada vagina.
Testis berisi sperma, berjumlah sepasang dan terletak dalam skrotum. Sperma yang dihasilkan testis disalurkan melalui vas deferens yang bersatu dengan ureter. Pada pangkal ureter juga bermuara saluran prostat dari kelenjar prostat. Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang merupakan media tempat hidup sperma.
Sperma yang telah masuk ke dalam serviks akan bergerak menuju uterus dan oviduk untuk mencari ovum. Ovum yang telah dibuahi sperma akan membentuk zigot yang selanjutnya akan menempel pada dinding uterus. Zigot akan berkembang menjadi embrio dan fetus. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan zigot menjadi fetus, zigot membutuhkan banyak zat makanan dan oksigen yang diperoleh dari uterus induk dengan perantara plasenta (ari-ari) dan tali pusar.
Pembuahan
Pembuahan atau fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
Fertilisasi pada hewan
Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi. Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
Musim Kawin (Breeding Season)
Hewan – hewan betina beberapa spesies memperlihatkan siklus reproduksi yang terus – menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan. Pada hewan – hewan betina kejadian siklus berahi yang berturut – turut pada betina tidak bunting hanya terbatas pada musim – musim tertentu dalam waktu satu tahun, yang disebut dengan “musim kawin” atau breeding season. Akan tetapi sebelum dan sesudah musim kawin, saluran reproduksi dan ovaria pada betina berada dalam suatu keadaan yang relative tenang atau inaktif; keadaan ini disebut dengan anestrus.
Factor – factor yang mempengaruhi musim kawin:
Lamanya siang hari ( photo periode ) Marshall (1973), mengobservasi bahwa apabila domba – domba betina dipindahkan melewati khatulistiwa dari belahan betina utara ke belahan bumi selatan, domba - domba tersebut segera merubah musim kawinnya sesuai dengan lingkungan yang baru.
Siang hari yang panjang menyebabkan terhentinya kegiatan reproduksi. Gejala – gejala estrus akan timbul kembali apabila malam hari bertambah panjang dan siang hari bertambah pendek. Respons domba terhadap panjang siang hari yang berkurang disebut “pekawin hari pendek” (short days breeders). Sebaliknya unggas berespons terhadap panjang siang hari yang bertambah, dan disebut ”pekawin hari panjang” ( long day breeders )
Lamanya siang hari bukanlah satu –satunya factor yang mempengaruhi periodisitas kegiatan reproduksi. Lama penyinaran secara buatan di musim dingin dan menguranginya selama musim panas, maka musim reproduksi dapat berbalik terjadi pada musim semi dan musim panas.
Suhu. Pengaruh suhu adalah sekunder terhadap pengaruh lamanya siang hari atau lamanya penyinaran. Seleksi alamiah selama periode banyak generasi akan lebih efektif terhadap respons lamanya siang hari daripada respons terhadp perubahan – perubahan suhu.
Factor – factor lain. Factor – factor lingkungan tertentu terlibat mempengaruhi musim reproduksi.
Kekurangan makanan atau kesehatan yang terganggu dapat mempengaruhi datangnya musim kawin.
Mekanisme hormonal.: Pengendalian reproduksi pada ternak – ternak yang kawin bermusim sebagian besar tergantung pada hypothalamus. Hypothalamus menjalankan pengaruhnya melalui sel – sel saraf yang menyebabkan pengeluaran factor – factor pelepas (releasing faktor) ke dalam saluran darah menuju ke kelenjar adenohypophisa.
KEEP IN YOUR MIND
" Kegagalan sering kali datang tanpa direncanakan, tetapi prestasi perlu kita perjuangkan dan pertahankan"
"Orang yang akan mencapai Tujuan Hidup (Kesuksesan) adalah orang yang mau berlari (Usaha) , terjatuh (hambatan) dan beridiri kembali (Semangat/Solusi) untuk terus berlari mencapai Finish (Sukses)
(Bobit Kowanus Utomo, 2011)